Mungkin kamu tak akan mengerti bagaimana rasanya dirundung kesepian seperti malam-malam yang selama ini kulalui. Ah ralat, maksudku sepanjang tik-tok jam yang aku lalui, tak hanya malam-malam lagi. Setiap hari. Sebab toh kamu punya banyak teman, banyak sekali obrolan dan perbincangan, pun rencana-rencana untuk pergi bersama entah dengan siapa yang jelas bukan aku.
Mungkin juga kamu tak akan pernah menyangka betapa pedih rasanya ketika kamu melakukan apapun yang seseorang minta, tapi dia tak melakukan hal yang sama. Seperti menjadikannya nomor satu sementara kamu bahkan tak menduduki posisi kedua, ketiga atau bahkan kelima dalam hidupnya.
Mungkin lagi, kamu tak akan pernah mau peduli betapa kamu begitu dicintai dan dibutuhkan. Ah benarlah, toh siapa yang peduli jika dia dibutuhkan? Orang-orang hanya peduli apa mereka membutuhkan atau tidak. Tapi dulu, aku pikir kamu tidak begitu. Tidak seperti orang-orang itu.
Mungkin kamu tidak akan tahu, bagaimana rasanya kehilangan seseorang sementara orang yang begitu kamu rindukan sama sekali tak merasa kehilangan. Ah, aku yakin kamu tidak tahu.
Mungkin yang kamu tahu adalah pergi ke suatu tempat. Refreshing, katamu. Menghirup kesegaran suasana baru, tak perlu menceritakan apa-apa. Melakukan hal-hal yang menyenangkan hingga kamu lupa apa yang memberatkan dadamu. Tak salah. Sungguh aku tak menyalahkanmu.
Yang salah justru aku, memberimu waktu untuk sibuk sendiri, lalu aku kehilangan kamu.
Sekali lagi kamu tak salah.
Kamu tak bertanggung jawab atas pedih, sedih dan sakit yang aku rasakan karena kehilangan kamu. Yang bertanggung jawab mungkin adalah kesepian-kesepian yang aku ciptakan sendiri.
Mungkin bukan pula salahmu ketika kamu berubah menjadi bangsat.
Mungkin sala kecewaku yang terlalu mengharapkanmu untuk selalu ada dan tak pernah minggat.
Hahaha. Mungkin kesepian itu seharusnya memang dibunuh lalu dihilangkan dari kamus kehidupan. Agar tak banyak orang yang menderita seperti aku diluar sana.
Aku menyayangimu. Sungguh.
Ada dua pilihan bagiku untuk menghadapi kamu. Mungkin aku perlu berkata sarkas, tapi kamu nanti menangis dan sakit hati jika mendengarnya.
Atau aku biarkan kamu pergi. Dan tak pernah mengharapkanmu ada dalam hidupku lagi.
Oh ayolah, aku hanya marah.
Entah marah dengan siapa. Bukan. . bukan padamu.
Aku tak mungkin mengatakan hal yang macam-macam karena aku tak mau melihatmu terluka. Tak pernah tega. Aku hanya pergi untuk sementara. Sampai kamu -jika aku beruntung- kamu merasakan kesepian yang sama. Sampai kamu -jika aku beruntung lagi- kamu merindukanku sama besarnya.
Aku hanya kesepian. Kesepian sekali.
Aku hanya sedang rindu. Rindu sekali.
Ah. . Sudah, sudah.. Kamu tak perlu memikirkan tentang sakitnya sepi yang mengiris nadi. Itu urusanku. Kamu pergilah. Sampai kamu temukan hal-hal yang membahagiakan. Kelak ketika kamu merasa lelah, dan benar-benar tak ada yang mendengarkanmu, kamu bisa temui aku lagi.
Semoga saat nanti, kalau kamu benar-benar datang, kamu datang seperti yang dulu, bukan yang bangsat seperti ini.
Dari yang mencintaimu
-@bukanadelia
-@bukanadelia
Nb: Untuk kamu yang membaca, pikirkan. Mungkin ada orang diluar sana yang telah kamu abaikan. Kamu biarkan tenggelam dalam kesepian. Sendirian.
Maka ambil ponselmu. Hubungi dia. Beri waktu bagi rindu-rindu untuk luntur dalam pertemuan kalian. Pada perbincangan yang menyenangkan. Percayalah, mereka merindukanmu. Sangat merindukanmu. Peluklah. Lalu katakan kamu pun merindukannya.
0 komentar:
Posting Komentar